Wednesday, June 23, 2010

Sotoy Tingkat Dewa

Tadinya, Grenda telah bertekad untuk menjaring koneksi sebanyak mungkin di pesta reuni yang diadakan oleh almamaternya ini. Merupakan kesempatan emas untuk mendapat panggilan wawancara di kantor birokrasi maupun perusahaan multinasional dari alumni sukses yang datang. Pesta reuni seperti ini memang sebuah ajang unjuk gigi yang sering kali dipakai fresh graduate sepertinya. Terlibat perbincangan dengan alumni sukses bisa berujung pada sebuah panggilan kerja yang ia idam-idamkan. Ia hanya perlu melontarkan kalimat-kalimat yang mengesankan pikirnya. Bagi seorang dengan pengalaman student exchange yang banyak belum lagi eksistensi tulisannya di jurnal keilmuan mahasiswa, ia yakin ia dapat mewujudkan goalnya.

Namun, satu jam berlalu tanpa hasil yang begitu berarti. Ia malah terjaring di pembicaraan para istri alumni yang bertanya tentang berbagai jurusan favorit di universitasnya, para teman seangkatannya yang meracau tentang kehidupan setelah kuliah, sampai seorang anak kecil yang menangis karena kehilangan orang tuanya. Setalah berhasil menemukan panitia yang dapat mengembalikan anak tersebut, Grenda terduduk lemah di barisan bangku yang disusun di pojok ruangan.

"Salah, mbak, caranya..." sebuah suara menarik pendengarannya. Seorang pemuda, ber-name tag 'PANITIA'
"Kamu ngomong ama saya?" tanya Grenda ketus.
"Iya, emang ada siapa lagi?" pemuda itu balik bertanya sambil menduduki kursi di sebelah Grenda.
Sedikit risih Grenda, menambah nada ketusnya, "Ngapain sih? ngajak kenalan? Gak minat, palingan angkatan 2009. Kamu panitia kan?"
"Hemmm, kalo saya bilang kumpulan ibu-ibu tadi suaminya semuanya diplomat, salah satu temen mbak yang di kumpulan tadi baru diangkat jadi CEO perusahaan terkenal, dan anak yang tadi nangis di kaki mbak itu bapaknya ketua LSM yang sering kerjasama ama negara-negara Eropa, gimana?"
"KAMU STALKER YA??!"
"Hedehh. We all now what the fresh graduates doin here. Fake smiles, looking smart, tryin too hard..."
"Ck ck ck, anak muda..." Grenda menyindir asumsi yang baru didengarnya.
"Ck ck ck, orang tua..." balas pemuda itu.
Grenda tertawa melihat tingkah pemuda di sampingnya, begitu percaya diri dan ehm, menggemaskan. Glek! Grenda tidak percaya pikiran yang baru melintas, ia disini untuk mencari peluang masa depan, bukan kisah aneh dengan daun muda.
"Let me just show you how to communicate, shall we?"
Pemuda itu bangkit dan Grenda mengikutinya. Ia masih sedikit mempertahankan keraguannya dengan berkata "sotoy tingkat dewa" seraya mengikuti langkah si pemuda menuju kerumunan orang.

Hanya butuh setengah jam dan Grenda sudah berada dalam pembicaraan santai dengan beberapa petinggi pemerintahan dan seorang pengacara ternama. Pemuda itu dengan lancar menggabungkan satu topik ke topik lain dengan beberapa kali memberi celah pada Grenda untuk menceritakan detail prestasinya. Pembicaraan itu hangat dan penuh tawa, bahkan sempat seorang alumni yang pernah menjabat asisten kepresidenan ikut dalam pembicaraan itu sebelum tertarik dengan harum martabak mesir baru disajikan di booth makanan.

Grenda hanya bisa terpukau, entah berapa koneksi yang berhasil dibuatnya berkat pemuda di sampingnya. Senyumnya bukan lagi senyum yang dipaksakan. Acara yang menegangkan ini pun terasa begitu ringan hingga ia tidak sadar banyak dari undangan yang telah pulang dan ia serta pemuda itu tengah terduduk di kursi tempat mereka bertemu.
"Masih mikir saya sotoy?"
Grenda tersenyum, dengan berat hati ia harus mengakui kesalahannya, "Hmm... you're..."
"Awesome?"
"Quite good" jawabnya dengan berat hati. "Maybe i shud buy you a drink later."
"It's 'later'"
Jawaban pemuda itu menghentikan senyum grenda, sebuah jawaban yang familiar. Dari sebuah film, pikirnya sambil mencoba menebak judulnya.
Seakan mampu membaca pikiran Grenda pemuda itu menambahkan "It's from The Blind Side".
"Sotoy tingkat dewa, dari mana juga kamu tau saya mikirin tentang line itu?"
"Well, just incase you haven't notice the name on my name tag. It's Dewa."

No comments:

Post a Comment